pagi tadi saya baru berpartisipasi di seminar yang diadakan UKM photography imtelkom ‘capture’ @captureimtelkom yang mengangkat tema “Citizen Journalism”. acara ini cukup menarik dan dihadiri banyak peserta mahasiswa imtelkom dan yayasan pendidikan telkom lainnya, padahal acara ga gratis lho. nara sumber acara ini adalah kang dudi sugandi, redaktur harian ‘Pikiran Rakyat’, dan saya sendiri menjadi moderator mendampingi kang dudi. hadir juga beberapa dosen pak ivan(mbti) pak dicky(dkv) dan pak pram(dosen fotografi).
acara di hari minggu pagi ini, saya datang kepagian, panitia udah banyak di aula kampus dakol, akhirnya ngobrol2 bentar sama panitia sambil baca koran hehe, baru kemudian kang dudi dan dosen dosen lainnya berdatangan, dan acara di mulai pukul 9 pas. citizen journalism adalah topik yang sangat menarik dan sangat up to date dengan perkembangan fotografi akhir akhir ini. kang dudi bercerita tentang materi ini diselingi cerita cerita pengalaman beliau menjadi wartawan foto, kemudian sharing tips n trick fotografi jurnalistik, dan juga sedikit olah digital.
terlepas dari materi kang dudi yang sangat bagus, saya punya beberapa opini tentang fenomena ini. citizen journalism adalah perkembangan dari istilah umum yang disebut ‘user generated content’ atau konten yang dibuat/diberdayakan oleh user. atau dengan istilah lain, konsumen bisa bertindak sebagai produsen juga. pada tahun 2005 dan saya masih berada di UK, bacaan wajib saya adalah bbc.co.uk tentu masih ingat waktu itu terjadi tsunami besar di aceh, yang juga efeknya mencapai thailand yang notabene merupakan tujuan turis utama dari warga UK dan eropa lainnya. bbc dengan cerdiknya membuat kolom komentar disetiap page dia yang memberitakan bencana ini dengan judul kira kira ‘have you affected from this tsunami?’ … tidak beberapa lama kolom ini sangat ramai dengan experience orang yang mengalami sendiri kejadian tsunami tsb, dengan orang yang kehilangan keluarga/teman karena bencana ini, setiap cerita personal dari masing masing korban membawa efek yang luar biasa mengena daripada cerita yang dibawakan oleh wartawan profesional, karena faktor kedekatan emosi sebagai salah satu alasannya.
cara ini kemudian berkembang pesat, ditambah lagi dengan teknologi mobile devices yang makin murah, setiap orang asal ‘at the right time, at the right place’ bisa berkontribusi sebagai jurnalis, menceritakan pengalaman dan first hand experience lainnya. paling tidak mereka bisa berkontribusi menyebarkan peristiwa melalui foto dan video. industri media pun dengan cepat mengadopsi trend ini, baru saja ada berita CNN memecat 12 fotografernya karena lebih menyukai kontributor citizen journalism. dan sekarang makin sering kita lihat media mengambil video atau foto dari social media seperti twitter, youtube ataupun facebook. cerita terakhir adalah seorang nenek yang memotret misi terakhir peluncuran pesawat luar angkasa endeavor, para jurnalis berkumpul di kennedy space center, untuk mengabadikan moment ini, sedangkan si nenek tersebut berada ratusan kilometer jauhnya dan memotret peristiwa itu dengan iphone dan mengirimkannya ke twitter, pada akhirnya foto dari nenek tersebut yang dianggap mewakili peristiwa tersebut dan dimuat di majalah dengan biaya penggantian $500
salah satu pertanyaan dari mahasiswa tadi dan juga concern dari kang dudi sangatlah logis yaitu profesi fotografer jurnalis dan wartawan bisa bisa terancam dong dengan adanya citizen journalism ? menurut saya ancaman tersebut tidaklah perlu ditakutkan, karena bagaimanapun juga kita tetap memerlukan wartawan profesional untuk mengabungkan informasi dan berita dari masyarakat dan ditampilkan di medianya, hanya wartawan profesional yang tahu bagaimana menyebarkan dan memfilter berita yang cocok untuk dikonsumsi masyarakat, seperti mahasiswa bisa saja belajar sendiri tapi tetap membutuhkan dosen untuk membantu dan membimbing belajar.
salam