Transcendence dan Lucy adalah dua film di tahun 2014 yang menyita perhatian saya karena kedua film tersebut berhasil membungkus cerita fiksi dengan latar belakang sci-fi yang tidak ngasal dan boleh dikatakan yang ditampilkan merupakan roadmap track teknologi saat ini, dimana beberapa riset dari ilmuwan memang mengarah ke sana. Kedua film ini berhasil membuat saya keluar bioskop dengan “big question” … “what if ?“. Pertanyaan tentang fantasi tentu ga perlu dianggap serius, tapi pertanyaan tentang hal yang sangat mungkin terjadi dalam waktu dekat, menimbulkan sensasi sendiri dan membuat pikiran terbang liar sekaligus excited.
Lucy berdasarkan fakta bahwa manusia baru menggunakan kapasitas otaknya maksimal sebesar 10%. Jika manusia bisa meningkatkan kemampuan tersebut, maka secara teoritis manusia akan mampu mengontrol sel dan materi disekelilingnya, pemrosesan dan penyimpanan data di otak tidak akan kekurangan sumber daya. Kita bisa merasakan evolusi dalam level sel sejak masa sebelum ada manusia. Bisa dibayangkan bagaimana superpowernya jika hal itu terjadi.
Transcendence pernah saya komentari dalam entri blog disini, yang intinya menceritakan kecerdasan manusia dan self awareness dipindahkan ke komputer, sehingga dia punya power yang selama ini tidak dia dapatkan pada saat menjadi manusia bisa.
Terlepas dari latar belakang kedua film yang selalu ada dalam pikiran saya, pesan yang disampaikan cukup sederhana. Keberanian sineas memproduksi film film luar biasa ini patut diacungi jempol, seperti film terminator, matrix, minority report dan lain lainnya pada masanya. Semoga ke depannya makin banyak sineas yang bikin film film ga konvensional dan bisa dinikmati oleh penikmat film seperti saya dan anda …
[…] pernah menulis entry blog ini dan ini bahwa belajar sains lewat menonton film adalah suatu hal yang mengasyikkan. Dengan media film […]
LikeLike
[…] pernah menulis entry blog ini dan ini bahwa belajar sains lewat menonton film adalah suatu hal yang mengasyikkan. Dengan media film […]
LikeLike