Setelah menuntaskan misi Virgin Full Marathon di Pocari Sweat Run Bandung tahun 2019 kemarin, saya mulai memikirkan bagaimana rasanya lari Full Marathon pada trek trail. Seperti diketahui lari trail karakternya sangat berbeda dengan trek jalan raya (road). Banyak faktor yang membuat trek trail jauh lebih berat, misal permukaan tanah ga rata, bahkan cenderung bervariasi seperti jalan setapak, jalan tanah, jalan hutan, belum lagi elevasi yang biasanya lebih luar biasa daripada trek road. Tahura Trail Run 2020 merupakan kesempatan sempurna buat saya memecahkan telor Virgin Full Marathon (FM), iya FM 42K lari di jalur trail. Tahura Trail saya pilih karena memang tingkat kesulitan medan yang cenderung bersahabat dan lokasinya di kota Bandung, tentu memudahkan saya untuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi FM trail ini.
Tahun ini adalah ketiga kalinya saya ikut serta di event Tahura Trail. Tahun 2018 saya ikut kelas family 7K dan tahun 2019 saya ikut kelas HM (21K). Salah satu persiapan saya untuk FM ini adalah mengikuti event Cikole Forest Run, tepat sebulan sebelum event Tahura. Saya tidak mempersiapkan diri dengan latihan khusus untuk menghadapi lari FM ini karena kesibukan kantor yang lumayan padat di akhir 2019 dan awal tahun 2020.
Start lari FM dilakukan pada hari sabtu 18 januari 2020. Sekitar 700an pelari FM start pukul 7:00 pagi. Jalur 3km awal langsung ketemu tanjakan elevasi lumayan, namun mayoritas adalah jalur aspal dan beton. Baru setelah lewat km 5 kita masuk ke jalan tanah yang tanjakanannya juga masih menggila. Saya berlari santai, dengan pace antara 8-10 menit/km, kadang kadang mencapai 17 menit/km kalo jalur sangat menanjak. Ada sekitar 4 WS sejak dari start sampai km 17.5
Di km17.5 pelari FM ketemu water station (WS) terakhir sebelum masuk hutan menuju ke km 30. Di sepanjang km 17.5-30 ini sama sekali tidak ada WS. Ditengah hujan tanjakan juga tidak lupa selalu hadir, jalan becek cenderung tidak bisa dilariin akibat hujan yang datang dan pergi hari itu. Beberapa parit dan sungat kecil juga harus kita lalui. Alhasil bagian bawah sepatu trail sudah penuh dengan tanah liat. Kaos kaki sampai ganti tiga kali karena air, pasir, dan tanah liat rebutan masuk ke sepatu. Akhirnya karena stok kaos kaki habis, saya terpaksa lari tidak pakai kaos kaki lagi. Saya melihat banyak peserta yang sudah mulai menyerah menaklukkan ganasnya jalur hutan tersebut, dan minta diangkut panitia,
Setelah mencapai km 30, perjalanan selanjutnya menuju finish di km 42 terasa sangat lama, walaupun jalur cenderung turunan , mungkin karena badan sudah sangat lelah. Kami berjalan dan berlari melewati perkampungan dan perkebunan penduduk di daerah maribaya – lembang.
Cut off time (COT) FM adalah 10 jam, jadi pelari harus bisa finish sebelum jam 17:00 sore. Kalo tidak bisa lebih cepat dari COT maka pelari dinyatakan Did Not Finish (DNF) dan diangkut oleh panitia. Saya mencapai garis finish pada pukul 15:59, jadi total saya berlari sejauh 9 jam kurang 1 menit. Ini rekor lari saya terlama, bahkan lebih lama dari perjalanan saya mudik Bandung-Malang yang hanya 8 jam di akhir tahun 2019.
Saat berlari di tengah hutan saya juga sempat berpikir “ngapain saya ada disini”, kok mau maunya berlari berjam jam menyiksa diri. Tapi setelah menyelesaikan tantangan rasanya sangat memuaskan, bahwa saya bisa menyelesaikan tantangan mengalahkan kemalasan diri sendiri #gabolehmales. Oh ya .. entry blog ini ditulis 3 hari setelah menyelesaikan lari trail FM tersebut, saat ini saya sudah tidak merasakan sakit sakit atau pegal pegal lagi. Semuanya aman … ga sabar menunggu event trail selanjutnya 😉 ..
gila emang FM di tahura, suka sama quote “ ngapain saya disini lari berjam-jam? “
tapi semua itu terbayar dengan keindahan alam dan bersihnya udara yg kita nikmati selama berlari di hutan
LikeLike
betul mas, udara bersih sama feeling achievement masuk finish, pencapaian luar biasa (menurut saya)
LikeLike
Waah saya salfok sama sepatu nya yg hoka hoka one
LikeLike
waktu lari kmarin banyak pake speedgoat 4 oranye ini 👌👌
LikeLike