Polarisasi Opini dan Mekanisme Perpecahan Bangsa

Bicara mengenai keramaian di medsos tentang berbagai isu tidak akan pernah ada habisnya. Mudah sekali melihat postingan saling hujat, permusuhan, gosip, kecemburuan dan hal hal negatif lainnya terlontar. Menjelang Pemilu 2019, situasi ini menjadi lebih tidak karuan, bahkan makin kompleks. Kalau kita mengikuti alur opini yang ada tentu akan sangat menghabiskan waktu dan tenaga. Saya pernah share di entry ini mengenai bagaimana seharusnya kita bersikap. Saya tulis bukan berarti kita harus ignorant, akan tetapi saya menyarankan untuk memahami kelompok yang mempunyai pendapat berlawanan dengan kita atau kelompok kita. Sebelum kita menceburkan diri dalam suatu kelompok/opini yang ada, ada baiknya kita juga pahami kelompok lawan. 

Pada saat saya kuliah S2 di Prancis, bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Prancis, akibatnya saya cukup kerepotan memahami percakapan sehari hari. Secara tidak langsung, terbentuk kelompok pertemanan diantara temen kuliah, yaitu kelompok berbahasa native , dan kelompok mahasiswa asing yang bahasa Prancisnya pas pasan. Pembentukan kelompok secara natural ini disebut sebagai Homophily dalam metode jejasing sosial ( Social Network Analysis ). Singkat kata jurang pembeda antara kami mahasiswa asing dan mahasiswa lokal menjadi semakin jauh waktu itu, karena komunikasi kami yang tidak lancar (dan cukup merepotkan / perlu usaha besar)

Homophilly terjadi karena persamaan hobi, bahasa, budaya, dan motif lainnya. Contoh lebih mudah disekitar kita adalah contoh orang jawa dan orang sunda. Guyonan orang jawa akan terasa lucu bagi orang jawa, jika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia jadi ga lucu, apalagi ke dalam bahasa sunda. Makanya kalo orang jawa bikin guyonan, yang ketawa hanya orang jawa. Demikian pula dengan orang sunda. Perbedaan bahasa dan budaya ini membuat orang jawa lebih suka berkumpul dengan orang jawa, demikian juga dengan orang sunda. Sangat sedikit jejaring sosial berbentuk Heterophilly (lawan Homophily).

Kembali ke medsos, saat ini analogi Homophily sedang terjadi, banyak diantara kita yang tidak setuju opini teman kita, maka dengan mudah melakukan unfriend, kita hanya menerima pertemanan dari orang orang yang seide dengan kita. Akibatnya opini akan bergaung (amplify) di dalam kelompoknya sendiri. Sementara diseberang sana kelompok lawan juga mengalami hal yang sama. Jurang opini antar kelompok semakin besar, sehingga membahayakan persatuan organisasi (termasuk negara). Saya amati jika seseorang sudah punya opini, maka yang dilakukan adalah mencari persetujuan diantara lingkungan sosialnya akan opininya tersebut. Ini disebut sebagai predefined opinion. Orang orang dengan predefined opinion umumnya sudah sulit diubah opininya. Oleh kerena sebenarnya adu argumentasi di medsos dengan tujuan merubah pandangan orang lain menurut saya sia sia saja.

Gambar berikut ini contoh visualisasi Homophily pada studi anak anak SMP di Amerika, yaitu pertemanan antara anak anak kulit putih dan kulit hitam dan berwarna lainnya. Terlihat polarisasi pengelompokan antara dua kubu. Hal ini menunjukkan Homophily adalah fenomena umum. Gambar diambil dari buku Newman (Network: An Introduction).

Screen Shot 2018 02 26 at 18 40 07  2

Terus solusinya gimana dong. Ide saya sih adalah bagaimanapun perilaku jaringan adalah agregasi dari perilaku individu, jadi edukasi / literasi tentang bahaya perpecahan ini layak diberikan. Dengan pemahaman tersebut, maka saya yakin polarisasi yang ekstrim tidak akan terbentuk. Terdengar mudah yah, padahal susah prakteknya … ya saya tahu .. memang susah mencari solusi mudah supaya tidak terjadi perpecahan bangsa. Cara lain yah dari tokoh atau pemimpin kelompok supaya meredam jurang pemisah antar kelompok. 

Advertisement

Dinamika Pilkada DKI 2017 menggunakan Jejaring Sosial

Pilkada DKI 2017 merupakan event yang menjadi magnet bagi bangsa Indonesia, bukan hanya ekslusif untuk warga DKI saja. Event ini sangat menarik untuk dianalisa, terutama buat saya yang selama ini mendalami keilmuan jejaring sosial, dimana konsentrasi pergerakan sosial atas isu isu tertentu bisa menjadi bahan untuk memahami perilaku sosial bangsa kita. Perilaku pada media sosial menunjukkan bagaimana opini nyata tiap individu, pembentukan kelompok sosial, dan juga rekayasa opini (termasuk hoax dan lain lainnya). Pada entri kali ini saya melihat dinamika percakapan masyarakat Indonesia di media sosial membahas berbagai topik berkaitan dengan Pilgub DKI 2017. Sebagai disclaimer saya tegaskan politik bukan merupakan domain yang saya pahami sepenuhnya. Pada entri blog ini tidak ada tendensi untuk mendukung calon manapun, dan lagian saya bukan warga DKI juga 😛

 

Saya mengambil data di Twitter sebagai sample, karena di media sosial ini perilaku sosial terkait pilkada terlihat jelas. Facebook juga menunjukkan kecenderungan serupa dengan Twitter, tetapi karena di Facebook tidak mungkin bagi kita untuk mengambil semesta data, dan hanya mungkin mengambil data dari lingkungan pertemanan kita, maka Twitter merupakan media yang tepat dari sisi pencapaian pengambilan data dan keterwakilan sample.

 

Profil Data :

Data percakapan di Twitter diambil mulai dari tanggal 8-11 februari 2017, tepat selama 60 jam. Durasi ini melewati acara debatcagub ke 3 yang diadakan pada tanggal 10 februari malam.  Sebelum acara debat yang dilaksanakan tweet yang terkumpul adalah sebanyak 18077 tweet (nomer1), 23656 tweet (nomer2), dan 41053 tweet(nomer3). Setelah acara debat terlihat lonjakan jumlah tweet menjadi 35380 tweet (nomer1), 49028 tweet(nomer2), dan 82185 tweet(nomer3). Total keseluruhan tweet yang diambil adalah sebanyak 166593 tweet dengan total data space mendekati 1 GB. Keyword / Hashtag disesuaikan untuk tiap tiap paslon, sesuai dengan hashtag yang paling banyak diadopsi oleh publik dan pendukungnya. Hashtag hashtag tersebut antara lain 

 

nomer 1 : #jakartauntukrakyat #ahyfordki1 #MuslimberSatupilihno1 #AgusSylviKonsisten #SATUkanjakarta #JakartaForAll

nomer 2 : #perjuanganbelumselesai #coblosbadjanomor2 #FreeAhok #BadjaMelaju #SekuatBadja #Gue2 #Badjajuara #salamduajari

nomer 3 : #salambersama #TerbuktiOkOce #majubersama #CoblosPecinya #AniesSandiCintaUlama

 

Nomer1


Dari paslon nomer 1 saya memperoleh 35380 tweet, dimana didalamnya terdapat 8505 aktor yang terlibat percakapan, dengan sejumlah 29836 percakapan antar aktor tersebut. Pola percakapan dari gambar dibawah memperlihatkan bahwa terdapat 3 kelompok besar  (ungu, hijau, biru) yang mendominasi 60% percakapan. Aktor aktor utama jaringan ini adalah @AgusYudhoyono @Abaaah @SBYudhoyono. Terdapat beberapa situs berita yang dominan yaitu @Metro_TV @kompscom @detikcom dll. keseluruhan top 50 aktor bisa dilihat di gambar dibawah. Kelompok terbesar adalah kelompok berwarna ungu dengan ukuran 27% (cukup besar) dari keseluruhan jaringan.  Kelompok terbesar ini berisi tokoh tokoh utama dari paslon 1, kelompok kedua sebesar 13% berisi akun akun pendukung utama seperi @AhyCenter @agusylviDKI @ZaraZettiraZZ @Umar_Hasibuan @panca66. 

 

 

1

 

1detail

 

1top

 

11

Nomer2

 

Dari paslon nomer 2 diperoleh 49028 tweet, dimana percakapan tersebut melibatkan 15745 aktor dan 44834 percakapan antar aktor aktor tersebut. DI jejaring nomer 2 ini kelompok terlihat lebih menyebar dengan kelompok terbesar berwarna ungu mempunyai ukuran hanya 10,9%, dilanjutkan dengan kelompok warna hijau tua (9,5%), dan disusul warna biru (8,39%). Aktor aktor utama nya bisa dilihat pada gambar dibawah (top-50), terlihat bahwa aktor aktor dominan tersebut berada pada kelompok yang berbeda (terlihat dari warna node yang berbeda). 

 

 

2

 

2detail

 

2top

 

21

 

 Nomer3

 

Paslon 3 mempunyai data tweet yang paling banyak dibandingkan paslon lainnya. 82185 tweet terambil dalam periode pengambilan, yang melibatkan 12744 aktor dan 22565 interaksi percakapan. Dengan sejumlah 22565 tweet interaksi dibandingkan dengan total 82185 tweet yang terambil, maka rasio percakapan / diskusi dalam jaringan ini sangat kecil dibandingkan paslon lain. Sebagian besar tweet adalah indivdual tweet atau tweet yang tidak mengenerate percakapan.Seperti paslon 1, kelompok di jaringan ini didominasi oleh 3 kelompok utama yaitu kelompok ungu (26,76%), hijau (23,67%), dan biru (18,51%). Total tiga kelompok tersebut sudah sangat mendominasi dengan mencakup 69% percakapan. 

 

 

3

 

3detail

 

3top

 

31

Analisa

 

Dari pengukuran average degree (rata rata koneksi dari seorang aktor) dan network diameter (besar jaringan)  ketiga jejaring sosial tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Pada pengukuran .graph density (kepadatan percakapan), Nomor 1 dan 2 lebih baik dari Nomor 3, kepadatan yang baik lebih disukai, ini mengindikasikan bagaimana banyaknya interaksi dalam suatu jejaring sosial. Perbedaan yang signifikan terlihat dari dinamika terbentuknya kelompok dan pengukuran kecenderungan pengelompokan dengan menggunakan metric modularity. Nomer 1 dan nomer 3 mempunyai nilai modularity yang lebih tinggi dari Nomer 2, yang artinya kelompok yang terbentuk benar benar terpisah dengan jelas. Kelompok kelompok pada paslon nomor  2, masih berhubungan erat dengan keompok lain dalam jejaring sosialnya.  Bisa disimpulkan bahwa percakapan paslon nomor 2 lebih di generate oleh massa, sehingga kelompok percakapan yang terbentuk terlihat lebih natural, sedangkan kelompok pada nomor 1 dan nomor 3 dikendalikan secara sistematik oleh aktor aktor utama.

 

Analisa jejaring sosial adalah analisa cepat untuk melihat dinamika struktur jaringan. Untuk supaya bisa memodelkan dan membuat prediksi siapa pemenang pilkada, tentunya butuh analisa faktor lain, contohnya seperti analisa konten tweet (sentiment analysis atau opinion mining). Saya pernah mengusulkan analsia konten dengan cara cepat menggunakan network text analysis seperti yang saya tulis di paper saya ini dan paper saya yang ini. Untuk analisa konten tersebut, dibutuhkan data raw twitter, berhubung data tersebut berukuran sangat besar 1 GB dan berada di komputer lab., plus  sayanya sedang mobile (weekendan), maka saya hanya mengambil ekstrak data jejaring sosial yang hasilnya saya jabarkan dalam blog ini.

 

Bila ada yang tertarik untuk menganalisa topik ini lebih mendalam, terutama yang ahli dibidang politik, silahkan kontak saya untuk berdiskusi atau bahkan mungkin mendapatkan datanya. 

 

 

 

Tentang Pilkada 2015 : Studi Evolusi dan Dinamika Percakapan Online

Pada akhir tahun 2015 diselenggarakan Pemilihan Umum Daerah (Pilkada) untuk memilih kepala daerah tingkat 1 dan 2 secara serentak di berbagai wilayah di Indonesia. Komunitas DSI (Data Science Indonesia) dan Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) mengadakan beberapa studi/riset mengenai Pilkada tersebut. Partner riset saya (Jaka dan Adib) mengajak untuk membuat penelitian mengenai penyebaran informasi Pilkada di media sosial, tujuannya adalah melihat gaung pesta demokrasi ini di kalangan masyarakat Indonesia. Twitter adalah pilihan yang masuk akal, karena pada saat itu ramai sekali tweet tweet mengenai Pilkada.

Blog entry ini sebenarnya sangat terlambat, hal ini dikarenakan saya sendiri lupa pernah mengadakan penelitian ini, karena hasil penelitian waktu itu disampaikan di suatu acara di forum terbuka (dipresentasikan oleh Jaka dan Adib) dan tidak ditulis dalam bentuk jurnal, sehingga saya tidak mempunyai bukti pernah melakukan riset ini. Maka dari itu, blog entry ini akan menjadi pengingat mengenai riset pilkada yang pernah saya lakukan.

Data tweet diambil selama 6 hari (3-9 desember 2015) dengan jumlah tweet mencapai 900 ribu tweets. Jaringan percakapan dibagi menjadi masa selama kampanye, masa tenang, dan hari pelaksanaan pilkada. 

Penelitian kami membahas apa yang mengenerate percakapan di media sosial, bagaimana berita pilkada menyebar, dan bagaimana mengukur penyebaran berita tersebut. Presentasi lengkap dari Jaka bisa dilihat di Link ini (slideshare)

 

 

Screen Shot 2016 06 25 at 12 38 56 AM

 

NewImage

NewImage

 

 

 

S.M.A.R.T Economy

Istilah S.M.A.R.T atau SMART Economy pertama kali saya tahu dari roadmap pengembangan teknologi Singapore 2012 yang dikeluarkan  oleh Inforcomm Development Authority (IDA), sebuah lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap perkembangan ICT.  SMART adalah singkatan dari 5 kata kunci, yaitu  Social, Mobile, Apps, Realtime, Trusted. 5 kata kunci ini yang didefinisikan sebagai pendorong pengembangan ekonomi digital saat ini . Saya sependapat dengan perumusan tersebut berdasarkan fenomena yang kita lihat sehari hari, bagaimana bisnis online mendominasi segala aspek kehidupan mulai dari toko fashion online, penjualan tiket fasilitas umum online (KAI), sampai dengan penyedia informasi layanan online (gojek, grabtaxi, uber). Pada gambar dibawah ini ditunjukkan 9 pilar pengembangan evolusi teknologi di Singapore dari tahun 2012-2017, dimana yang paling menarik adalah point paling bawah yaitu New Digital Economy yang didukung oleh pengembangan SMART Economy.

Screen Shot 2016 03 22 at 10 08 39 AM  2

Dalam tatanan ekonomi baru (New Digital Economy) proses elektronisasi (eGov, eCommerce, eComm, dll) sudah dilewati pada tahun 2011-2012, kemudian dilanjutkan dengan era mobile (m-commerce, m-banking, dll) pada tahun 2013 seiring dengan semakin matangnya teknologi mobile yang bisa meningkatkan kenyamanan (user experience) dari pengguna, maka kita mengarah kepada SMART yang diuraikan sebagai berikut :

Social : dengan menggunakan kekuatan jejaring sosial di sekitar kita maka bisnis akan lebih cepat berkembang, contohnya jejaring sosial di sekeliling pelanggan yang bisa membawa keuntungan yang besar dengan merekomendasikan produk/ brand ke khalayak yang lebih luas.

Mobile : dengan media mobile maka representasi bisnis dalam bentuk konten akan bisa diakses secara mudah dimana saja dan kapan saja.

Apps : dengan representasi bisnis dalam bentuk apps yang baik dalam bentuk kemudahan (usability) dan kenyamanan (user experience) maka akan meingkatkan engagement dan loyalitas pelanggan ke bisnis kita.

Real Time : dengan menyediakan fasilitas interaksi real time pada saat pelanggan membutuhkan bantuan, jawaban,  pembelian, maka akan meningkatkan nilai bisnis kita di mata pelanggan

Trusted : dengan menjamin bahwa transaksi yang dilakukan itu aman dan privacy pelanggan terjaga maka akan meningkatkan nilai bisnis kita di mata pelanggan.

Dari penjelasan singkat diatas, bisa dilihat bahwa SMART Economy bisa menjelaskan fenomena dan praktek operasi bisnis saat ini. Setiap komponen pada SMART masing masing mempunyai alat ukur untuk kuantifikasi nilai bisnis kita di mata pelanggan. 

Workshop Social Network untuk Kominfo

Sejak tahun 2015, lab kami sudah bekerja sama dengan kominfo direktorat aptika untuk membantu peneliti peneliti mereka dalam memahami keilmuan jejaring sosial / social network analysis (SNA). Di tahun 2016 ini, kerjasama antara lab dengan kominfo berubah menjadi kerjasama antara fakultas dan kominfo, sehingga pelaksanaan administrasi dan teknisnya sekarang bukan lagi diurus secara individu dari lab. seperti tahun sebelumnya, jadi kami hanya fokus untuk penyampaian materi berupa teori, praktek dan studi kasus. Secara umum, workshop ini bertujuan untuk membekali para peneliti di kominfo tentang teori dan teknis pengambilan opini publik di media sosial dan media berita online lainnya. Profil peserta adalah peneliti di bidang komunikasi dan teknologi informasi. Workshop dilakukan di Telkom Learning Center di gegerkalong Bandung selama 3 hari dari tanggal 15-17 Maret 2016

Materi yang kamis sampaikan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu pengenalan umum (fenomena Big Data, pengenalan data analytics, manfaat metode data analytics), Analisa jaringan (Model dan Metodologi SNA, Metrik SNA, Identifikasi komunitas, Karakteristik jejaring sosial), dan yang terakhir adalah Analisa konten( Analisa sentimen, word/tag cloud, network text analysis). Beberapa alat yang kami pergunakan antara lain adalah RStudio, Gephi dan Rapid Miner. Setelah workshop saya mencari feedback dari peserta dan mendapatkan antusiasme mereka untuk implementasi langsung ilmu yang mereka dapatkan dalam penelitian mereka sehari hari, akan tetapi ada beberapa juga peserta yang merasa materinya terlalu sulit, mungkin karena mindset yang belum terbiasa dengan metode kuantifikasi suatu problem dalam bentuk jaringan atau analisa sentimen. 

Tahap training selanjutnya adalah mengenai Big Data / Hadoop Analytics yang mungkin akan dilaksanakan dalam beberapa bulan ke depan.

 

FullSizeRender 3

foto bersama saya, team trainers dan partisipan

Network dan Sentimen #SaveGojek

Kemarin selama beberapa jam layanan ojek online dilarang beroperasi oleh Kemenhub. Tagar #SaveGojek langsung merajai media twitter. Sambil nungguin Sarah ujian balet pagi ini, saya iseng crawl twitter tentang fenomena kemarin. Bagaimana network dan sentimen dari tweet tweet tersebut, bisa dilihat pada gambar dibawah ini. Network diperoleh dari percakapan yang terjadi. Crawling dengan library twitteR di R diperoleh 10 ribu tweet dalam rentang dari pukul 8:30 pagi sampai dengan pukul 14:00 siang tanggal 18 desember 2015. Saya berhentikan crawling data sampai 14:00 karena saat itu pelarangan ojek online di tunda, yang artinya ojek online sudah diperbolehan lagi.

Setelah melakukan penyaringan tweet saya memperoleh sekitar 2000 percakapan. Banyak sekali ditemukan tweet sampah, tampaknya ada orang / kelompok yang berusaha mengaburkan isu #SaveGojek dengan isu isu lain yang tidak berkaitan (sampah). Konstruksi interaksi di twitter membentuk network percakapan dengan visualisasi sebagai pada gambar dibawah ini. Seperti karakteristik cuitan pada twitter, mayoritas diwarna oleh opini pribadi, dan mayoritas akhirnya tidak membentuk percakapan yang memadai. 

Savegojek

Peringkat akun akun populer (me-mention + di-mention) adalah berturut turut @jokowi, @kurawa, @pramonoanung dan seterusnya. lengkapnya ada pada tabel dibawah ini, semakin besar nilai degreenya maka semakin populer akun itu di twitter.

 

Rankingsavegojek

Adapun sentimen dari tagar #SaveGojek dapat dilihat pada wordcloud berikut ini. Terlihat bahwa sentimen yang terjadi mayoritas adalah sentimen negatif terkait pelarangan ojek online, terutama berkaitan dengan kata kata dilarang, dukung, rakyat, inovasi, membantu, Jonan dan lain lain.  

Savegojekwordcloud

Kekuatan Hubungan Lemah Pada Jejaring Sosial

Karya Granovetter yang paling terkenal adalah paper “The Strength of Weak Ties”  (1973). Paper ini merupakan paper yang paling banyak disitasi di bidang sosiologi. Ide Granovetter sangat revolusioner pada jamannya, dimana dia melihat bahwa keberhasilan penyebaran informasi menuju ke populasi yang lebih besar pada bidang pemasaran, politik, dan lain lain bergantung kepada hubungan pertemanan lemah yang dimiliki seseorang atau kelompok. Berlawanan dengan anggapan orang pada masa itu, hubungan (pertemanan) yang kuat ternyata justru tidak akan membawa atau menyebarkan informasi ke audience yang lebih luas. 

Secara empiris, hal ini bisa kita buktikan. Hubungan transitivity , yaitu jika si A kenal B, dan B kenal C, maka kemungkinan besar A akan kenal C, dari sini bisa dilihat kalo melibatkan banyak orang maka akan timbul hubungan pertemanan yang kuat atau sering di sebut clique  dimana setiap anggota suatu jejaring sosial akan kenal semua anggota jejaring sosial tersebut. Dua sifat diatas akan membentuk cluster / community / kelompok pada jejaring sosial, dimana pada suatu kelompok biasanya mempunyai pemikiran atau ide yang sama dalam melihat suatu permasalahan. Informasi yang beredar didalam grup itu akan menyebar keluar (secara luas) melalui hubungan hubungan lemah antara orang orang di dalam grup dengan orang orang di luar. Untuk tahu lebih detail melihat formulasi dan eksperimennya, silahkan baca papernya dari link diatas. 

Ilustrasi lainnya adalah kita bisa menyebarkan suatu informasi ke khalayak yang lebih luas dibantu oleh semua teman teman kita, dimana tentu saja yang dominan jumlahnya adalah teman teman yang hubungannya lemah. Temen teman dekat kita tentu jumlahnya terbatas dan lebih sedikit dengan teman yang tidak begitu dekat. Jadi cermatilah teman teman anda, perhatikan dan lihat apakah ada peluang bagi anda untuk memanfaatkannya untuk kepentingan anda dalam menyebarkan informasi ?

 

400px Tie network

ilustrasi penyebaran informasi antar kelompok karena adanya hubungan lemah 

Kuliah eCulture and Social Networks

Besok pagi tanggal 24 Agustus 2015, adalah hari pertama perkuliahan semester ganjil 2015/2016 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Telkom University. Saya sangat bersemangat menyambut semester kali ini, karena saya akan mulai mengajar mata kuliah baru yang bernama “eCulture andSocial Networks” dan besok adalah hari pertama saya mengajar mata kuliah ini. Mata kuliah ini bertujuan memahami budaya manusia di era teknologi komunikasi dan informasi dari pendekatan metodologi jejaring sosial / social networks. Banyak hal berupa fenomena, teori, formulasi solusi, metodologi,  studi kasus dan eksperimen di laboratorium yang akan dilakukan sepanjang perkuliahan semester ini. Sayangnya jumlah 3 sks rasanya kurang dengan kepadatan materi yang akan disampaikan.

Berikut ini video yang men-summary-kan kuliah eCulture and Social Network dengan menunjukkan  bagaimana budaya manusia di era jejaring sosial atau istilah umumnya adalah Networked Society.

Kalau dilihat dari video diatas permasalah eCulture (terutama pada bidang bisnis) adalah permasalahan yang saling terhubung, dan sangat erat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi terutama aktivitas ekonomi digital, sensor, artifical intelligent / machine learning, dan juga konsep smart city. Dari semua istilah yang tersebut ada satu metodologi fundamental yang saya rasa bisa menjelaskan mengenai networked society yaitu social network analysis dengan pembahasan yang lebih umum berupa complex network dan network science.

Buat para mahasiswa, welcome to my exciting class

Screen Shot 2015 08 23 at 7 22 18 PM 2

Orang Kaya Semakin Kaya, Orang Miskin Susah Kayanya

Kali ini saya akan menjelaskan fenomena “Orang Kaya Semakin Kaya, Orang Miskin Susah Kayanya”  dengan menggunakan analogi hubungan pertemanan di jejaring sosial. Pada saat kita bergabung pada suatu jejaring sosial, baik offline (contoh seperti komunitas hobi) dan online (contoh media sosial), maka kemungkinan besar kita ditarik (tertarik) masuk ke jejaring sosial karena akun akun atau orang orang yang berpengaruh (orang penting) di komunitas offline atau online. Sebagai contoh, saya dulu bergabung twitter karena saya ingin follow akun @infobandung, dan pertama tama akun akun yang saya follow adalah akun akun yang sudah cukup terkenal di twitter. Jadi ilustrasinya bisa dilihat pada video berikut ini :  

Penjelasannya bisa dilihat kalau node (titik) dengan ukuran besar (lebih banyak mempunyai hubungan / teman / follower) akan menarik lebih banyak node node baru yang masuk ke dalam komunitas / jejaring sosial tersebut. Hal ini menjelaskan juga bahwa distribusi jejaring sosial berupa distribusi power law / scale free yang artinya orang yang hubungannya banyak akan menjadi semakin banyak, orang yang hubungan sedikit akan susah bertambah banyaknya. Contoh gambar follower akun twitter @agnezmo dan follower akun saya @andrybrew, dimana akun @agnezmo punya 13,8 juta follower sedangkan @andrybrew cuman punya 1000 follower. Secara keseluruhan jumlah orang seperti @agnezmo di jejaring sosial akan sedikit, sedangkan sebagian besar dan pada umumnya adalah orang orang dengan follower jumlah ratusan-ribuan seperti saya.

Screen Shot 2015 08 23 at 11 19 17 AM

Nah analogi diatas pas khan, orang yang kaya (dalam hal ini kaya follower / teman) akan semakin kaya, sedangkan orang yang biasa biasa aja akan susah bertambah followernya. Coba kita analogikan ke dalam kekayaan materi / uang, bisa khan kita lihat analoginya  …

Network of #HBDJokowi

Data hashtag #HBDJokowi dalam rangka ulang tahun presiden Jokowi diambil pada tanggal 21 Juni 2015 selama 8 jam dari pukul 6 pagi sampai dengan pukul 2 siang. Diperoleh 8741 tweet  melibatkan 7781 akun twitter. Summary dari konten percakapan bisa dilihat di entry blog ini.  Jejaring percakapan di visualisasikan dengan melakukan filter hanya kepada akun akun yang melakukan posting lebih dari 15 tweet. Dari visualisasi bisa dilihat akun akun yang terlibat aktif pada percakapan topik #HBDJokowi ..

HBDJokowi