Tidak Perlu Pamer Dukungan ke Capres

Menjelang pilpres tahun depan timeline medsos saya sudah dipenuhi dengan dukungan teman teman ke salah satu pasangan capres. Saya sedikit banyak paham, dukungan di timeline itu mungkin sama saja maksudnya dengan saya pamer foto foto saya liburan. Namun jika ditelaah lebih jauh, kita ini hanya punya pasangan 2 capres, kalo ga pilih nomer 01 ya pilih nomer 02, demikian sebaliknya. Saya lihat temen temen saya mulai terpolarisasi tajam, ini juga alasan saya males pasang status soal pilpres, ga masang aja udah panas, apa saya mau ikut ikutan manas manasin?

Satu hal yang saya pelajari, jarang sekali temen temen medsos yang pintar belum punya pilihan calon. Jadi mengurangi juga manfaat posting di medsos, yaitu siapa tahu bisa menarik orang yang belum punya pilihan mendukung pilihan yang diberikan.

Memang saya beberapa kali sempat tergoda posting tentang pilpres, tapi kemudian mikir lagi gimana perasaan temen saya yang pilihannya lain, sehingga akhirnya saya ga jadi posting. Menurut saya posting dukungan kurang gitu bermanfaat dalam kondisi masyarakat kita yang gampang panas begini. Sebaiknya sih kita cari info netral sendiri sendiri aja, menetapkan pilihan, tanpa perlu pamer …. itu kalo saya lho .. 😛 ..

 

sumber gambar : google

Diwawancara Radio PRFM tentang Big Data dan Politik

Salah satu rekan di Labtek Indie menanyakan ke saya: apakah saya bersedia mengisi acara talk show di Radio PRFM News mengenai pilkada. Kebetulan beberapa riset Big Data yang terakhir saya lakukan di lab. SCBD adalah mengenai kondisi politik di Indonesia menjelang tahun pemilu 2019. Tanpa pikir panjang saya langsung iyakan saja. Menurut saya ini adalah peluang untuk memperkenalkan metode Social Computing (kuantifikasi perilaku sosial) atau Computational Social Science sebagai alternatif atau pelengkap metode survei dan perhitungan cepat (quick count) sebagai metode legacy yang umum dilakukan pada pelaksanaan pemilihan umum (daerah) di Indonesia. Sebagai informasi Radio PRFM News adalah salah satu radio di Bandung yang konsisten memunculkan isu isu sosial masyarakat sebagai bahan kajian acara. Labtek Indie sendiri mempunyai program peningkatan awareness dan edukasi ke masyarakat luas, jadi kesediaan diwawancara mengisi talk show adalah untuk diseminasi pengetahuan dan membantu awareness masyarakat akan program riset Labtek Indie.  

Di beberapa negara maju eksploitasi data media sosial sudah wajar dilakukan dengan tujuan untuk menjalankan proses microtargeting, yaitu profiling demografi pemilih sampai sedetail mungkin, contohnya hobi, afiliasi partai politik, pekerjaan, lingkaran teman dekat dan lain sebagainya. Seperti pada umumnya aktivitas bisnis, terutama aktivitas marketing, microtargeting mengelompokkan pasar agar organisasi bisnis bisa menawarkan produk / program iklan dengan lebih akurat ke sasaran pasar. Ingat kasus Cambridge Analytica dan Facebook, sebagai salah satu contoh usaha microtargeting untuk kepentingan politik.

Diskusi dengan kang Basith sebagai pembawa acara berjalan seru, beliau menanyakan mengenai beberapa hal, antara lain: 1. Bagaimana memanfaatkan data media sosial untuk kepentingan politik dan bisnis, 2. Perbandingan metode survei (termasuk perhitungan cepat) dengan metode Big Data, 3. Pembahasan perubahan pola interaksi manusia karena kemajuan teknologi, 4. Apakah kemajuan teknologi berpengaruh besar terhadap proses politik di Indonesia, 5. Opini mengenai random sampling yang dilakukan lembaga riset Charta Politika yang menggunakan sampel “hanya” sebesar 2000 orang, 6. Cara pengumpulan data dan penjelasan singkat mengenai metode Big Data yang saya usulkan.

Pendengar siaran radio juga diajak untuk berdiskusi melalui telepon, twitter, dan sms. Pertanyaan paling menarik menurut saya adalah mengenai akurasi metoda quick count (perhitungan cepat) dengan menggunakan jumlah sampel terbatas dibandingkan dengan metoda usulan saya. Pertanyaan ini bukan pertanyaan yang bisa dijawab secara sederhana mana yang lebih unggul, karena banyak faktor yang berpengaruh pada metode Big Data, diantaranya yang paling penting adalah kualitas data. Namun hasil metode Big Data ini bisa menjadi pelengkap / verifikasi dari metode legacy dan juga tentunya metode Big Data lebih cepat dan lebih murah, seiring kemajuan teknologi.  Tantangan dalam berdiskusi dengan khalayak umum seperti di radio, adalah saya harus bisa menjelaskan dengan bahasa awam agar supaya mudah dipahami. Semoga kemarin pada pendengar radio tidak kesulitan memahami ide yang saya sampaikan.

Berikut foto fotonya:

 

33156243 10156113101665202 8816779869628137472 n

33135315 10156113102140202 5984036100811784192 n33098191 10156113102000202 9154226117110923264 n33089695 10156113101815202 6617659208512831488 n33076828 10156113102205202 5004784768504561664 n

PRO vs KONTRA TOPIK POLITIK #2019GantiPresiden #DiaSibukKerja

Hashtag #2019GantiPresiden sangat ramai beberapa saat yang lalu di Twitter. Hal ini merefreksikan kampanye yang dilakukan sekelompok masyarakat dalam aktivitas online maupun offline. Untuk aktivitas offline, Inget kasus di Car Free Day jakarta pada tanggal 29 April 2018, dimana terjadi kampanye dua kelompok yang bertentangan #2019GantiPresiden untuk yang kontra JKW dan #DiaSibukKerja untuk yang pro JKW. Gerakan ini cukup jadi trending topic di Twitter, menunjukkan studi kasus dinamika polarisasi opini masyarakat Indonesia. Sebetulnya saya bukan peneliti politik, tapi karena ingin melihat dinamika polarisasi tersebut, maka studi kasus yang paling ramai (mewakili) adalah di bidang politik, apalagi menjelang pemilu 2019. 

Periode pengumpulan data adalah 27 April – 5 Mei 2018. Topik pro dan kontra JKW untuk maju lagi di pilpres 2019 dengan hashtag sebagai berikut : 

Kontra : #2019gantipresiden #2019presidenbaru #gantipresidenyuk #gantipresiden #gantipresiden2019 #asalbukanjkw #2019gantirezim #2019wajibgantipresiden #2019asalbukanjokowi

Pro : #jokowi2periode #JKW2P #jokowipresiden2019 #2019tetapjokowi #jokowisekalilagi #rakyatmaujokowi2019 #jokowiduaperiode #salam2jari #ogah2019gantipresiden #diasibukkerja

Diperoleh: Data Kontra sebanyak 373885 Tweets dan Data Pro sebanyak 63267 Tweets. Dari jumlah data udah keliatan gerakan ganti presiden lebih ramai daripada yang pengen presidennya tetap. Dari analisa lebih dalam juga diperoleh bahwa kepadatan kelompok kontra jauh diatas kelompok pro, yang artinya percakapan lebih banyak terjadi antar sebarang aktor yang menjadi anggota masing masing opini. 

Dari pengelompokan percakapan masing masing opini, diperoleh kelompok terbesar berwarna ungu, sedangkan kedua terbesar berwarna hijau. Setelah menghilangkan banyak aktor tidak penting, akhirnya diperoleh aktor aktor inti (masing masing 100 aktor di tiap kelompok) yang jadi penggerak masing masing kelompok. Lihat gambar untuk kumpulan aktor inti ini. 

Apakah hasil ini bisa dipercaya?, paling tidak ini menjadi indikasi. Saya sih percaya mayoritas masih diam (belum menuliskan opininya).

Analisa teks dan pencarian topik tidak jadi dilakukan, komputernya keburu sibuk dipake riset yang lain 😛 ..

Contrascreenshot

Semesta percakapan kontra JKW

Proscreenshot

Semesta percakapan pro JKW

Contra1stcom

Komunitas kontra JKW terbesar

Contra2com

Komunitas kontra JKW terbesar ke 2

Pro1stcommunity

Komunitas pro JKW terbesar

Pro2community

Komunitas pro JKW terbesar ke 2

Polarisasi Opini dan Mekanisme Perpecahan Bangsa

Bicara mengenai keramaian di medsos tentang berbagai isu tidak akan pernah ada habisnya. Mudah sekali melihat postingan saling hujat, permusuhan, gosip, kecemburuan dan hal hal negatif lainnya terlontar. Menjelang Pemilu 2019, situasi ini menjadi lebih tidak karuan, bahkan makin kompleks. Kalau kita mengikuti alur opini yang ada tentu akan sangat menghabiskan waktu dan tenaga. Saya pernah share di entry ini mengenai bagaimana seharusnya kita bersikap. Saya tulis bukan berarti kita harus ignorant, akan tetapi saya menyarankan untuk memahami kelompok yang mempunyai pendapat berlawanan dengan kita atau kelompok kita. Sebelum kita menceburkan diri dalam suatu kelompok/opini yang ada, ada baiknya kita juga pahami kelompok lawan. 

Pada saat saya kuliah S2 di Prancis, bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Prancis, akibatnya saya cukup kerepotan memahami percakapan sehari hari. Secara tidak langsung, terbentuk kelompok pertemanan diantara temen kuliah, yaitu kelompok berbahasa native , dan kelompok mahasiswa asing yang bahasa Prancisnya pas pasan. Pembentukan kelompok secara natural ini disebut sebagai Homophily dalam metode jejasing sosial ( Social Network Analysis ). Singkat kata jurang pembeda antara kami mahasiswa asing dan mahasiswa lokal menjadi semakin jauh waktu itu, karena komunikasi kami yang tidak lancar (dan cukup merepotkan / perlu usaha besar)

Homophilly terjadi karena persamaan hobi, bahasa, budaya, dan motif lainnya. Contoh lebih mudah disekitar kita adalah contoh orang jawa dan orang sunda. Guyonan orang jawa akan terasa lucu bagi orang jawa, jika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia jadi ga lucu, apalagi ke dalam bahasa sunda. Makanya kalo orang jawa bikin guyonan, yang ketawa hanya orang jawa. Demikian pula dengan orang sunda. Perbedaan bahasa dan budaya ini membuat orang jawa lebih suka berkumpul dengan orang jawa, demikian juga dengan orang sunda. Sangat sedikit jejaring sosial berbentuk Heterophilly (lawan Homophily).

Kembali ke medsos, saat ini analogi Homophily sedang terjadi, banyak diantara kita yang tidak setuju opini teman kita, maka dengan mudah melakukan unfriend, kita hanya menerima pertemanan dari orang orang yang seide dengan kita. Akibatnya opini akan bergaung (amplify) di dalam kelompoknya sendiri. Sementara diseberang sana kelompok lawan juga mengalami hal yang sama. Jurang opini antar kelompok semakin besar, sehingga membahayakan persatuan organisasi (termasuk negara). Saya amati jika seseorang sudah punya opini, maka yang dilakukan adalah mencari persetujuan diantara lingkungan sosialnya akan opininya tersebut. Ini disebut sebagai predefined opinion. Orang orang dengan predefined opinion umumnya sudah sulit diubah opininya. Oleh kerena sebenarnya adu argumentasi di medsos dengan tujuan merubah pandangan orang lain menurut saya sia sia saja.

Gambar berikut ini contoh visualisasi Homophily pada studi anak anak SMP di Amerika, yaitu pertemanan antara anak anak kulit putih dan kulit hitam dan berwarna lainnya. Terlihat polarisasi pengelompokan antara dua kubu. Hal ini menunjukkan Homophily adalah fenomena umum. Gambar diambil dari buku Newman (Network: An Introduction).

Screen Shot 2018 02 26 at 18 40 07  2

Terus solusinya gimana dong. Ide saya sih adalah bagaimanapun perilaku jaringan adalah agregasi dari perilaku individu, jadi edukasi / literasi tentang bahaya perpecahan ini layak diberikan. Dengan pemahaman tersebut, maka saya yakin polarisasi yang ekstrim tidak akan terbentuk. Terdengar mudah yah, padahal susah prakteknya … ya saya tahu .. memang susah mencari solusi mudah supaya tidak terjadi perpecahan bangsa. Cara lain yah dari tokoh atau pemimpin kelompok supaya meredam jurang pemisah antar kelompok. 

G30S – 2017

Menjelang peringatan peristiwa G30S tahun 2017 terjadi banyak kegaduhan di Indonesia, tiba tiba muncul isu anti PKI dan lain lainnya yang tidak pernah muncul tahun tahun sebelumnya. Kelompok kelompok dan politisi oposisi pemerintah saat ini keliatan jelas berusaha menggoreng isu ini untuk “ganggu” konsentrasi penguasa / pemerintah. Sebelumnya muncul isu presiden Jokowi dituduh antek PKI, gara gara kerja sama ekonomi dengan Cina, padahal memang sekarang Cina adalah raksasa ekonomi dunia, dalam konteks ekonomi wajar negara kita kerjasama dengan yang punya banyak modal. 

Film klasik G30S yang wajib kita tonton pada saat orde baru merupakan film penuh kontroversi. Film ini digugat karena tidak sesuai dengan fakta dan mengkultuskan individu. Isu nobar film ini menjelang peringatan tahunan G30S menjadi menu sehari hari, bahkan panglima TNI pun mewajibkan anggotanya untuk nobar film ini, walaupun banyak yang mencibir isi film klasik ini yang tidak sesuai fakta. Maka kemudian rakyat bingung, jadi yang betul yang mana. Bahkan presiden jokowi menyarankan untuk membuat film ini dalam versi kekinian, walaupun tidak spesifik maksudnya versi kekinian itu seperti apa ..

Joshua Oppenheimer sutradara Amerika-Inggris diam diam telah membuat 2 film berkaitan peristiwa 65-66 di Indonesia, yaitu Act of Killing (Jagal) dan Look of Silence (Senyap). Kedua film ini mencerahkan dan mencerdaskan kita dalam memahami peristiwa yang terjadi saat itu. Film ini banyak mendapatkan penghargaan, karena dibawakan dengan metoda saintifik seperti film film dokumenter wahid tingkat dunia. Walaupun begitu film ini malah ditolak sebagai materi nobar oleh beberapa pihak, padahal setelah sekian tahun kita di cuci otak oleh orde baru, saat ini adalah saat yang tepat untuk bangsa kita belajar. Saya tidak akan cerita detail kedua film tersebut, filmnya bisa kita lihat bebas dan gratis di youtube. monggo !!. 

Sabtu pagi tanggal 30 september 2017, saya baca baca berita terkait peringatan G30S dan ternyata cukup pusing karena banyaknya berita dan ragam isu yang diusung. Akhirnya saya nyalakan mesin crawling twitter jam 8 pagi, kemudian saya tinggal weekendan, selanjutnya mesin crawling saya matikan jam 3 sore. Hasilnya saya bisa lihat topik dominan apa saja yang dibahas mengenai G30S dan aktor aktor siapa aja yang dominan pada topik tersebut.

Topik terdiri dari isu isu nobar film G30S beserta saran untuk menonton film joshua sebagai film pelengkap / pendamping film klasik tersebut. Saran untuk kita lebih pintar memahami peristiwa sejarah sehingga tidak mudah diperalat untuk kepentingan politik. Ada juga topik mengenai cerita sejarah dari saksi langsung maupun tidak langsung peristiwa tersebut. Juga topik beberapa politikus yang ikut nyemplung ambil muka dari peringatan peristiwa ini.

Akun dominan adalah @majalahhistoria yang banyak menceritakan kejadian sejarah peristiwa tersebut beserta analisanya, akun @tirtoid yang mirip dengan akun diatas, dan beberapa selebtwit seperti budiman soedjatmiko dan indra pilliang

berikut screenshotnya!!

akun akun dominan

kata kata dominan dan hubungan antar kata

wordcloud

BARISAN CINTA INDONESIA

Untuk urusan debat politik, Facebook ga kalah ramenya dibandingkan dengan Twitter. Grup FB Barisan Cinta Indonesia adalah satu satunya grup politik yang saya ikuti, karena isinya masih dalam tahap waras menurut saya. Pada grup ini terjadi debat / perang posting antara pro dan kontra pemerintahan Jokowi. Data diambil periode Juni – September 2017, total terkumpul sebanyak 2201 group status (group_post) yang terdiri dari postingan status, link, photo, video dan note. Terdapat total 45814 likes, 51234 reactions, 2576 shares dan 33773 komentar. Jumlah relasi / debat / percakapan / hujatan antar user-user dan user-group_post sebesar 64848 relasi. Total anggota grup ini adalah 66188 anggota

Postingan yang paling sering ditanggapi adalah group_post dibandingan komentar user, dimana dari 4 peringkat postingan (group_post) yang paling membangkitkan percakapan / debat / hujatan adalah: 2 post mendukung jokowi dan 2 post anti jokowi. Keempat posting tersebut berupa status dengan photo atau status dengan link. Secara keseluruhan grup ini cukup mendukung pemerintahan Jokowi, walaupun akhir akhir ini banyak sekali postingan yang bersifat troll (mencerca, provokatif, membuat hawa panas).

Dari pengamatan sekilas, untuk urusan debat politik akhir akhir ini jagat Twitter lebih liar dari Facebook, akan tetapi urusan pembangkitan percakapan / diskusi Facebook lebih menarik.

 

Untitled

interaksi user-user dan user- group_post, dimana user mencakup 83.17% keseluruhan posting. group_post digambarkan dengan warna berbeda tergantung jenis group_post tersebut

Untitled3

pembentukan kelompok berdasarkan interaksi. kelompok adalah kelompok warna ungu dengan proporsi 33.39%, dan group_post paling banyak di komentarin ada pada kelompok warna kuning yang berada pada peringkat ke 4 dengan ukuran proprosi 14.84%

Untitled4

kelompok yang berisi group_post yang paling banyak di komentari (kelompok warna kuning)

Untitled10

group_post yang paling banyak membangkitkan percakapan / diskusi

Screen Shot 2017 09 05 at 3 46 34 PM

Data node jaringan percakapan fb

Screen Shot 2017 09 05 at 3 52 21 PM  2

Postingan komentar user yang paling banyak di like (13 likes)

Pengelompokkan Kemajuan Kota Dengan Clustering Data

Karena kesibukan yang ga ada abisnya akhir akhir ini, maka sudah lama saya tidak sempat mencari dan melihat perkembangan dataset yang tersedia bebas di Internet. Berawal dari keluhan beberapa mahasiswa bimbingan dan penghuni labo tentang kesulitan mencari data, maka saya kemarin mencoba browsing browsing, dan akhirnya saya menemukan gudang dataset Indonesia yang lumayan ok di data.go.id . Tempat ini menurut saya cukup bagus, walaupun saya belum mengecek kelengkapannya. Saya langsung menuju ke sektor ekonomi dan keuangan dan menemukan dataset INDODAPOER

INDODAPOER adalah dataset Indonesia Dataset for Policy and Economic Research yang dimiliki oleh Bank Dunia, yang kemudian di buka bebas untuk diakses masyarakat luas. Data ini sesuai untuk penelitian tentang kemajuan perkembangan pembangunan ekonomi dari tahun ke tahun di Indonesia. Terdapat 200 indikator pengukuran untuk setiap kota / kabupaten dan provinsi di Indonesia, yang dikelompokkan menjadi indikator fiskal, indikator ekonomi, indikator sosial dan demografi, indikator infrastruktur. Contoh indikator indikator bisa dilihat pada gambar dibawah.

Setelah mendapatkan data, maka saya mulai iseng bermain main dengan data dan mengambil sembarang dua indikator (atribut) yang menyatakan kemajuan kota. Saya pilih atribut HDI (Human Development Index) atau indeks pengembangan manusia dan GDP (Gross Domestic Product) atau jumlah uang yang diperoleh dari pendapatan atas barang dan jasa dari suatu kota / kabupaten. HDI semakin besar nilainya semakin baik kualitas sumber daya manusianya, demikian juga dengan GDP, semakin besar GDP, semakin besar pendapatannya. Dua atribut HDI dan GDP ini akan mengelompokkan kota / kabupaten di indonesia menjadi  beberapa kelompok seperti yang terlihat di gambar di bawah ini. GDP yang saya ambil adalah nilai GDP diluar industri minyak dan gas bumi.

Graphcluster2

Pengelompokan kota berdasarkan HDI dan GDP

 

Pada gambar tersebut terlihat ada kelompok kota / kabupaten dengan indeks HDI rendah dan nilai  GDP rendah yang ditandai dengan titik warna biru, ada juga kelompok kota / kabupaten dengan indeks HDI tinggi tapi GDP rendah yang ditandai dengan titik warna merah, terakhir kelompok kota / kabupaten yang indeks HDI tinggi dan nilai GDP yang tinggi ditandai dengan titik warna hijau. Pengelompokan ini secara kasar bisa mengambarkan kota mana saja yang sudah maju tinggal kesejahterannya berdasarkan rasio HDI dan GDPnya. Ada kelompok kota yang sudah memaksimalkan sumber daya manusianya dan ada kelompok kota yang kurang bisa memaksimalkan potensi sumber data manusianya (kelompok merah). Kesimpulan ini adalah kesimpulan singkat dan cepat, perlu analisa lebih dalam dan komprehensif yang melibatkan indikator indikator lainnya dan pada tahun tahun yang berbeda untuk memantau perkembangan suatu kota / kabupaten.

Metodologi yang saya gunakan adalah Clustering Data menggunakan metode k-means, setelah mencoba coba pemilihan acak jumlah kelompok, akhirnya terbentuk jumlah yang optimal adalah 3 kelompok. Data yang diambil hanyalah data pada tahun 2012, karena pada tahun tersebut datanya paling lengkap, baik data HDI maupun data GDP.  Ada 3 kota yang terpaksa saya hilangkan dari proses, karena mereka outliers (pencilan) di kelompok hijau untuk membuat grafik terbaca dengan lebih mudah, jadi sebetulnya 3 kota itu adalah kota kota tertinggi dalam rasio HDI/GDP nya, kota kota itu adalah Kota Surabaya, Kab. Bekasi dan Kab. Bogor. Kesimpulan akhir adalah kita bisa menggunakan teknik teknik data mining untuk membuat analisa dan menemukan informasi yang tidak terduga sebelumnya. Semoga entry blog ini bermanfaat

Cluster1

Sebagian dari 200 indikator yang terlihat dari data mentah INDODAPOER 

Cluster

Sebagian hasil proses clustering data

Anything for The Data (Profil Scientist)

Hari ini diajak bertemu dan ngobrol dengan kawan lama semasa kuliah di ITB di sebuah cafe di kawasan dago. Radja, adalah adik angkatan (dan temen SMA istri saya), sekarang dia adalah seorang scientist yang menurut saya unik dan idealis. Dia melakukan riset yang bernama ekologi politik, saya juga gak ngerti secara detail, tapi intinya dia memetakan permasalahan perusakan lingkungan indonesia, karena kapitalisasi, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi dan lain sebagainya. Pemetaan dia lakukan dengan menggunakan data (sensus). Karena yang diteliti bersifat sensitif makanya dia mengembangkan cara cara unik untuk pengumpulan data tersebut.

Demi untuk memperoleh data nyata yang lengkap, contohnya data spatial seperti foto udara, dia sampai membuat terobosan merakit drone murah untuk foto udara. Saat itu vendor yang ada paling murah menjual seharga 350 juta. Dengan otak atik drone dia bisa memproduksi drone murah seharga 5-10 juta saja.

Salah satu kemiripan dari riset kami berdua dan yang membuat makin seru adalah kita percaya kalo Indonesia bakal lebih baik kalau kita punya data yang lengkap, makanya kita sama sama berjuang di area metodologi pengumpulan dan analisa data.

Bisa dibayangkan kalo demo demo tentang perusakan lingkungan bukan hanya lewat orasi atau adu mulut tapi dengan data data yang lengkap dan akurat yang menjadi bukti tidak terbantahkan. Contoh lain untuk usaha smart city, kita bisa collect data keramaian / kemacetan dari foto udara ataupun sensor tingkat polusi untuk lebih akurat menggambarkan kondisi perkotaan yang ada.

Radja, saat ini sedang melakukan post doctoral di salah satu universitas di Jerman, tapi waktunya selama 8 bulan dalam setahun dihabiskan di Indonesia dengan menjelajah hutan hutan di kalimantan, sumatera dan lain lain. Tahun ini dia berencana kembali ke Indonesia for good, cant wait to make research collaboration with this guy …

saya menemukan dua profile akademis online dari Radja di academia.edu dan researchgate.net

Link : Academia dan Researchgate 

IMG_1953

Radja di cafe tempat kami ngobrol

Game Theory pada Pemilu 2014

Sesudah deklarasi pasangan capres/cawapres kemarin, di grup whatsapp dan BBM kawan kawan lama saya lagi seru adu argumentasi untuk menentukan pasangan mana yang terbaik. Sebagian memilih pasangan PS/HR dan sebagian memilih JW/JK. Kedudukan sama kuat, masing masing pihak menjelaskan nilai plus dan minus masing masing pasangan calon (yang tidak akan saya bahas disini). Fenomena ini sangat seru karena menurut saya kedua calon berimbang, nilai plus dan minusnya sama sama kuat. Sampai akhirnya kita tidak bisa mengambil kesimpulan siapa pemenangnya. Saya jadi ingat ilmu ‘game theory’ (definisi) dimana kita akan berusaha mencapai hasil optimal berdasarkan hambatan hambatan yang kita punyai, jadi sebelum memutuskan kita akan punya beberapa skenario untuk dipilih. Setiap skenario mempunyai strategi dan kerugian/keuntungan yang sudah didefiniskan dengan jelas. Demikian juga dalam pilpres 2014 ini, kita ingin memilih salah satu calon yang memberikan keuntungan terbesar dan kerugian terkecil.

‘Game theory’ yang merupakan cabang ilmu matematika, dan banyak dipakai di ilmu ekonomi/bisnis, politik, perilaku, biologi, ilmu komputer dan lain lain. Tujuan dari teori ini adalah memperoleh kondisi berimbang (equilibrium) antar pemain, sehingga masing masing pihak mengalami kerugian yang sedikit dan keseimbangan ini bersifat relatif, belum tentu ada di titik tengah antar kedua pemain (tergantung bobot masing masing pemain). Kondisi imbang suara di dalam contoh kecil grup whatsapp dan BBM saya, menunjukkan kedua pasangan calon mencapai kondisi equilibrium, yang merupakan solusi terbaik dari masing masing pihak. Proses ‘game theory’ juga terlihat pada pembentukan koalisi, dimana didalamnya akan penuh negosiasi, dukungan akan diberi imbalan dalam bentuk tertentu, apakah jabatan mentri atau yang lain. Hal yang naif bukan, kalo kita anggap dukungan itu tidak ada timbal balik apapun …hehe ..

‘Game theory’ bisa meramalkan apa yang terjadi ke depan, termasuk hubungan presiden terpilih dengan parlemen (DPR) (lihat website ini) dengan bantuan model komputer kita bisa membuat skenario berdasarkan latar belakang DPR yang didominasi oposisi partai pemenang pilpres. Dugaan saya presiden akan susah bergerak, tapi untuk melihat jawaban pastinya, kita bisa melakukan simulasi tentang hal ini, hayo siapa yang tertarik mensimulasikannya ? .. 😀